Noge, seorang remaja dari sebuah dusun di pedalaman Irian sana suatu
ketika diajak oleh pamannya untuk jalan-jalan ke kota Jakarta. Sang
paman yang seorang pengusaha sukses di ibukota itu kemudian membawa Si
Noge berkeliling kota. Seperti rusa masuk kampung, Noge begitu tertegun
melihat gemerlapnya kota metropolitan itu. Ia berdecak kagum menyaksikan
gedung-gedung pencakar lagi di Jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot
Subroto. Ia membayangkan betapa enaknya hidup di kota yang semuanya
serba "wah" dibandingkan di desanya yang listrik saja belum terpasang.
Oleh sang paman, Noge kemudian diajak makan siang di sebuah restoran
eropa terkenal. Saat sang paman sibuk memilih menu makan siangnya, Si
Noge hanya terdiam sambil memelototi menu tersebut. Ia merasa sangat
asing karena belum pernah mengenal makanan-makanan dalam menu tersebut.
Maklum anak kampung! Meski telah dipersilakan untuk memilih sendiri, Si
Noge tetap saja bingung. Semula ia ingin menanyakan kepada sang paman
aneka makanan dalam menu tersebut. Namun niat itu diurungkanya mengingat
restoran tersebut sangat ramai siang itu.
Lagipula ia merasa malu dan gengsi kalau sampai ketahuan ia dari dusun.
Akhirnya Noge memutuskan untuk memilih masakan yang serupa dengan yang
dipesan oleh sang paman. Misalnya ketika sang paman minta tenderloin
steak, ia pun langsung angkat suara, "Saya juga tenderloin steak."
Ketika sang paman mengatakan, "Well done", Noge pun mengikutinya dengan
sempurna, "Well done." Tak ada yang tahu kalau Si Noge tak sedikit pun
memahami apa yang diucapkannya. Ketika makanan disajikan di meja, Si
Noge pun menunggu apa yang akan dilakukan sang paman. Ketika sang paman
memegang pisau, ia pun ikut memegang pisau.
Ketika sang paman memegang garpu, ia pun ikut mengangkat garpu. Siang
itu, Si Noge betul-betul menjadi hasil fotokopi yang sempurna alias
seindah aslinya (baca: sang paman).
Setelah menikmati menu penutup, sang paman kemudian mengambil tisu dan
tusuk gigi lalu membersihkan sisa makanan yang masih terselip di
gigi-giginya. Sayangnya Si Noge tak bisa melihat jelas apa yang sedang
dilakukan sang paman karena mulut sang paman tertutup tisu.
Namun ia pun enggan untuk bertanya. Ia tetap mengikuti gerakan sang
paman. Usai membereskan tagihan, keduanya pun keluar dari restoran
tersebut. Sang paman lalu bertanya, "Noge, bagaimana makan siang kita?
Apakah kamu kenyang dan bisa menikmatinya?" Dengan tersenyum Noge
menjawab, "Luar biasa, paman! Semua makanan enak-enak dan saya suka.
Cuma menu yang terakhir itu saya kurang suka. Kenapa keras dan
pahit-pahit seperti rasa kayu?" Oh, oh... rupanya Si Noge memakan tusuk
gigi yang dianggapnya sebagai menu terakhir. Sang paman pun hanya bisa
tersenyum melihat ulah keponakannya itu.
Apa hikmah yang bisa kita petik dari cerita di atas? Sadar atau tidak,
dalam hidup ini kita cenderung ingin menjadi orang lain. Kita sering
meniru habis-habisan apa yang dilakukan oleh tokoh idola kita.
Kita ingin menjadi seperti mereka. Saya pun pernah mengalami hal
tersebut yang akhirnya membuat saya sadar kalau saya tidak akan pernah
mencapai potensi maksimal saya jika mencoba menjadi orang lain.
Setiap manusia unik adanya. Ada kelebihan dan kekurangan. Jika kita
mencoba menjadi orang lain, keunikan kita akan hilang. Kita hanya akan
menjadi sebuah barang imitasi yang buruk! Kita akan kehilangan jati diri
kita. Saya tidak sedang mengajak Anda untuk memusuhi orang lain. Sama
sekali tidak! Seberapa pun hebatnya orang itu, kita hendaknya
menempatkan orang tersebut hanya sebagai tokoh panutan untuk memotivasi
kita bergerak maju tetapi kita tetap harus bertumbuh menjadi diri kita
sendiri. Terlalu sayang kalau keunikan yang diberikan Tuhan kita
sia-siakan begitu saja hanya karena terlalu mengidolakan seseorang
secara berlebihan. Oleh karena itu, ambillah waktu untuk memeriksa diri
kita. Apa saja keunikan diri kita? Apa kelebihan yang kita miliki yang
tidak dimiliki orang lain? Apa saja ketrampilan dan keunggulan saya
dibandingkan orang lain? Temukan itu dan kembangkan.
Mungkin Anda masih ingat lagu Hero yang dilantukan oleh Mariah Carey.
Lagu yang sangat memotivasi itu jelas-jelas menyatakan ada seorang
pahlawan yang sedang bersembunyi dalam diri kita. There's a hero when
you look inside your heart! Memang terkadang diperlukan waktu yang cukup
lama untuk bisa menemukan sang pahlawan itu. Namun percayalah jika Anda
bisa menemukannya, perjalanan sukses Anda akan terasa lebih bermakna dan
indah. Hati Anda pun akan bernyanyi riang, penuh sukacita.
Injinkanlah saya menceritakan langkah-langkah yang telah saya tempuh
untuk bisa menemukannya. Pertama melalui dialog intensif dengan diri
sendiri. Saya mencoba berdamai dengan diri sendiri dan minta maaf kepada
diri sendiri karena selama ini telah mengabaikan potensi tersebut.
Kedua, sembari melakukan proses ini saya pun memperkuat hubungan
komunikasi saya dengan-Nya. Ketiga, saya berdiskusi dengan orang-orang
terdekat saya yang mencintai saya tanpa syarat. Mereka mengasihi saya
dan berharap saya bisa bertumbuh sesuai dengan talenta yang diberikan
Tuhan.
Lewat proses ini saya kemudian menemukan kelebihan dan kekurangan saya.
Saya makin bisa menerima diri ini dan mencintainya sepenuh hati. Ken
Blanchard pernah berujar, "People who feel good about themselves produce
good results." Ya, orang-orang yang merasa OK dengan dirinya akan
menghasilkan hal-hal baik. Ingat, orang yang tidak bisa mencintai
dirinya cenderung sulit untuk bisa mencintai orang lain. Saya pun
berkomitmen untuk mengembangkan kelebihan saya.
Kalau Anda memulai perjalanan sukses dengan potensi yang telah Anda
miliki, Anda akan lebih mudah menggapai impian Anda dibandingkan
berusaha mencari sesuatu di luar sana. Rumput tetangga (tidak) selalu
lebih hijau!
Saya pun teringat sebuah cerita tentang jendral terbesar yang ditulis
oleh Mark Twain. Konon, suatu ketika ada seorang pria meninggal dan
bertemu dengan penjaga pintu surga. Menyadari sang penjaga pintu surga
pastilah orang yang bijaksana dan berpengetahuan luas, si pria ini mulai
bertanya, "Bapak penjaga pintu surga yang saya hormati, saya selalu
tertarik dengan sejarah militer selama bertahun-tahun.
Bisakah bapak katakan kepada saya, siapa jenderal terbesar sepanjang
masa?" Sang penjaga pintu surga menanggapinya dengan segera. "Oh itu
pertanyaan mudah. Orang yang kau maksud itu ada di sana," kata sang
penjaga pintu surga sambil menunjuk ke arah seorang pria lainnya di
pojok. "Bapak, engkau pasti keliru. Aku mengenal orang itu di dunia dan
ia cuma pegawai rendahan biasa," kata pria yang masih penasaran itu.
Penjaga pintu surga pun menjelaskan, "Benar katamu bahwa ia cuma pegawai
rendahan biasa. Tetapi ia sebetulnya bisa menjadi jenderal terbesar
sepanjang masa kalau saja ia menjadi jenderal."
Akhirnya, saya ingin kita semua sadar kalau hari ini adalah hari pertama
dari sisa kehidupan kita di muka bumi ini. Buatlah itu berarti. Daripada
sibuk memandangi rumput di halaman tetangga, lebih baik Anda mencari
"taman" di dalam diri Anda, mengolahnya dengan serius, mengembangkannya
sehingga suatu saat ia akan menghasilkan "buah" berlimpah.
Sumber: Taman di Dalam Diri oleh oleh Paulus Winarto. Paulus Winarto
adalah pemegang dua Rekor Indonesia dari MURI (Museum Rekor Indonesia),
yakni sebagai pembicara seminar pertama yang berbicara dalam seminar di
angkasa dan penulis buku yang pertama kali bukunya diluncurkan di
angkasa.
ketika diajak oleh pamannya untuk jalan-jalan ke kota Jakarta. Sang
paman yang seorang pengusaha sukses di ibukota itu kemudian membawa Si
Noge berkeliling kota. Seperti rusa masuk kampung, Noge begitu tertegun
melihat gemerlapnya kota metropolitan itu. Ia berdecak kagum menyaksikan
gedung-gedung pencakar lagi di Jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot
Subroto. Ia membayangkan betapa enaknya hidup di kota yang semuanya
serba "wah" dibandingkan di desanya yang listrik saja belum terpasang.
Oleh sang paman, Noge kemudian diajak makan siang di sebuah restoran
eropa terkenal. Saat sang paman sibuk memilih menu makan siangnya, Si
Noge hanya terdiam sambil memelototi menu tersebut. Ia merasa sangat
asing karena belum pernah mengenal makanan-makanan dalam menu tersebut.
Maklum anak kampung! Meski telah dipersilakan untuk memilih sendiri, Si
Noge tetap saja bingung. Semula ia ingin menanyakan kepada sang paman
aneka makanan dalam menu tersebut. Namun niat itu diurungkanya mengingat
restoran tersebut sangat ramai siang itu.
Lagipula ia merasa malu dan gengsi kalau sampai ketahuan ia dari dusun.
Akhirnya Noge memutuskan untuk memilih masakan yang serupa dengan yang
dipesan oleh sang paman. Misalnya ketika sang paman minta tenderloin
steak, ia pun langsung angkat suara, "Saya juga tenderloin steak."
Ketika sang paman mengatakan, "Well done", Noge pun mengikutinya dengan
sempurna, "Well done." Tak ada yang tahu kalau Si Noge tak sedikit pun
memahami apa yang diucapkannya. Ketika makanan disajikan di meja, Si
Noge pun menunggu apa yang akan dilakukan sang paman. Ketika sang paman
memegang pisau, ia pun ikut memegang pisau.
Ketika sang paman memegang garpu, ia pun ikut mengangkat garpu. Siang
itu, Si Noge betul-betul menjadi hasil fotokopi yang sempurna alias
seindah aslinya (baca: sang paman).
Setelah menikmati menu penutup, sang paman kemudian mengambil tisu dan
tusuk gigi lalu membersihkan sisa makanan yang masih terselip di
gigi-giginya. Sayangnya Si Noge tak bisa melihat jelas apa yang sedang
dilakukan sang paman karena mulut sang paman tertutup tisu.
Namun ia pun enggan untuk bertanya. Ia tetap mengikuti gerakan sang
paman. Usai membereskan tagihan, keduanya pun keluar dari restoran
tersebut. Sang paman lalu bertanya, "Noge, bagaimana makan siang kita?
Apakah kamu kenyang dan bisa menikmatinya?" Dengan tersenyum Noge
menjawab, "Luar biasa, paman! Semua makanan enak-enak dan saya suka.
Cuma menu yang terakhir itu saya kurang suka. Kenapa keras dan
pahit-pahit seperti rasa kayu?" Oh, oh... rupanya Si Noge memakan tusuk
gigi yang dianggapnya sebagai menu terakhir. Sang paman pun hanya bisa
tersenyum melihat ulah keponakannya itu.
Apa hikmah yang bisa kita petik dari cerita di atas? Sadar atau tidak,
dalam hidup ini kita cenderung ingin menjadi orang lain. Kita sering
meniru habis-habisan apa yang dilakukan oleh tokoh idola kita.
Kita ingin menjadi seperti mereka. Saya pun pernah mengalami hal
tersebut yang akhirnya membuat saya sadar kalau saya tidak akan pernah
mencapai potensi maksimal saya jika mencoba menjadi orang lain.
Setiap manusia unik adanya. Ada kelebihan dan kekurangan. Jika kita
mencoba menjadi orang lain, keunikan kita akan hilang. Kita hanya akan
menjadi sebuah barang imitasi yang buruk! Kita akan kehilangan jati diri
kita. Saya tidak sedang mengajak Anda untuk memusuhi orang lain. Sama
sekali tidak! Seberapa pun hebatnya orang itu, kita hendaknya
menempatkan orang tersebut hanya sebagai tokoh panutan untuk memotivasi
kita bergerak maju tetapi kita tetap harus bertumbuh menjadi diri kita
sendiri. Terlalu sayang kalau keunikan yang diberikan Tuhan kita
sia-siakan begitu saja hanya karena terlalu mengidolakan seseorang
secara berlebihan. Oleh karena itu, ambillah waktu untuk memeriksa diri
kita. Apa saja keunikan diri kita? Apa kelebihan yang kita miliki yang
tidak dimiliki orang lain? Apa saja ketrampilan dan keunggulan saya
dibandingkan orang lain? Temukan itu dan kembangkan.
Mungkin Anda masih ingat lagu Hero yang dilantukan oleh Mariah Carey.
Lagu yang sangat memotivasi itu jelas-jelas menyatakan ada seorang
pahlawan yang sedang bersembunyi dalam diri kita. There's a hero when
you look inside your heart! Memang terkadang diperlukan waktu yang cukup
lama untuk bisa menemukan sang pahlawan itu. Namun percayalah jika Anda
bisa menemukannya, perjalanan sukses Anda akan terasa lebih bermakna dan
indah. Hati Anda pun akan bernyanyi riang, penuh sukacita.
Injinkanlah saya menceritakan langkah-langkah yang telah saya tempuh
untuk bisa menemukannya. Pertama melalui dialog intensif dengan diri
sendiri. Saya mencoba berdamai dengan diri sendiri dan minta maaf kepada
diri sendiri karena selama ini telah mengabaikan potensi tersebut.
Kedua, sembari melakukan proses ini saya pun memperkuat hubungan
komunikasi saya dengan-Nya. Ketiga, saya berdiskusi dengan orang-orang
terdekat saya yang mencintai saya tanpa syarat. Mereka mengasihi saya
dan berharap saya bisa bertumbuh sesuai dengan talenta yang diberikan
Tuhan.
Lewat proses ini saya kemudian menemukan kelebihan dan kekurangan saya.
Saya makin bisa menerima diri ini dan mencintainya sepenuh hati. Ken
Blanchard pernah berujar, "People who feel good about themselves produce
good results." Ya, orang-orang yang merasa OK dengan dirinya akan
menghasilkan hal-hal baik. Ingat, orang yang tidak bisa mencintai
dirinya cenderung sulit untuk bisa mencintai orang lain. Saya pun
berkomitmen untuk mengembangkan kelebihan saya.
Kalau Anda memulai perjalanan sukses dengan potensi yang telah Anda
miliki, Anda akan lebih mudah menggapai impian Anda dibandingkan
berusaha mencari sesuatu di luar sana. Rumput tetangga (tidak) selalu
lebih hijau!
Saya pun teringat sebuah cerita tentang jendral terbesar yang ditulis
oleh Mark Twain. Konon, suatu ketika ada seorang pria meninggal dan
bertemu dengan penjaga pintu surga. Menyadari sang penjaga pintu surga
pastilah orang yang bijaksana dan berpengetahuan luas, si pria ini mulai
bertanya, "Bapak penjaga pintu surga yang saya hormati, saya selalu
tertarik dengan sejarah militer selama bertahun-tahun.
Bisakah bapak katakan kepada saya, siapa jenderal terbesar sepanjang
masa?" Sang penjaga pintu surga menanggapinya dengan segera. "Oh itu
pertanyaan mudah. Orang yang kau maksud itu ada di sana," kata sang
penjaga pintu surga sambil menunjuk ke arah seorang pria lainnya di
pojok. "Bapak, engkau pasti keliru. Aku mengenal orang itu di dunia dan
ia cuma pegawai rendahan biasa," kata pria yang masih penasaran itu.
Penjaga pintu surga pun menjelaskan, "Benar katamu bahwa ia cuma pegawai
rendahan biasa. Tetapi ia sebetulnya bisa menjadi jenderal terbesar
sepanjang masa kalau saja ia menjadi jenderal."
Akhirnya, saya ingin kita semua sadar kalau hari ini adalah hari pertama
dari sisa kehidupan kita di muka bumi ini. Buatlah itu berarti. Daripada
sibuk memandangi rumput di halaman tetangga, lebih baik Anda mencari
"taman" di dalam diri Anda, mengolahnya dengan serius, mengembangkannya
sehingga suatu saat ia akan menghasilkan "buah" berlimpah.
Sumber: Taman di Dalam Diri oleh oleh Paulus Winarto. Paulus Winarto
adalah pemegang dua Rekor Indonesia dari MURI (Museum Rekor Indonesia),
yakni sebagai pembicara seminar pertama yang berbicara dalam seminar di
angkasa dan penulis buku yang pertama kali bukunya diluncurkan di
angkasa.
0 Comments:
<< Home | << Add a comment